Lensanusantara.my.id – Jawa Barat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah awalnya diharapkan menjadi solusi atas persoalan gizi anak bangsa. Namun, di sejumlah daerah, pelaksanaan program ini justru menimbulkan masalah baru. Beberapa sekolah dilaporkan mengalami kasus keracunan massal setelah siswa mengonsumsi makanan yang disediakan melalui program tersebut.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai pengawasan distribusi makanan dan peran para ahli gizi yang disebut-sebut telah disiapkan oleh Badan Gizi Nasional. Masyarakat mempertanyakan apakah keberadaan tenaga ahli hanya sebatas administratif atau benar-benar hadir dalam praktik di lapangan.
> “Kami mendukung program makan bergizi. Tapi kalau malah membahayakan anak-anak, lebih baik ditinjau ulang,” ujar salah satu orang tua siswa di Jawa Barat.
Tantangan di Lapangan
Pengamat menilai, sistem distribusi makanan massal rawan masalah, mulai dari keterlambatan, kualitas yang menurun, hingga pengawasan yang lemah. Jika tidak diperkuat dengan kontrol kualitas ketat, program sebesar MBG justru berpotensi menimbulkan kerugian bagi kesehatan siswa.
Usulan Solusi
Sejumlah pihak menilai, alih-alih penyediaan makanan massal, pemerintah bisa menyalurkan dana tunai langsung kepada orang tua siswa dengan standar menu gizi yang sudah ditetapkan.
Model ini diyakini lebih efektif karena:
Orang tua dapat menyesuaikan kebutuhan anak.
Risiko makanan basi atau tercemar dapat ditekan.
Ekonomi lokal ikut bergerak karena belanja dilakukan di pasar sekitar.
Pendidikan dan Kesehatan Tetap Prioritas
Meski program gizi penting, masyarakat menegaskan bahwa pendidikan gratis berkualitas dan layanan kesehatan universal tetap harus menjadi prioritas utama pemerintah. Dua sektor inilah yang menjadi fondasi ketahanan bangsa dalam jangka panjang.
“Jika anak-anak sehat dan terdidik, akses pada gizi baik akan datang secara lebih alami melalui peningkatan ekonomi keluarga,” ujar salah satu pengamat pendidikan.
Program MBG dinilai perlu evaluasi menyeluruh agar tidak menjadi beban baru. Pemerintah didorong untuk lebih mengutamakan pendidikan dan kesehatan, serta melibatkan masyarakat dalam pengawasan.
Bangsa yang kuat, menurut banyak pihak, tidak hanya diukur dari jumlah makanan gratis yang dibagikan, tetapi dari seberapa sehat dan cerdas generasi mudanya.
—
Reporter: Tim Lensanusantara | Editor: Redaksi ( Hk )