Lebak – Lensa Nusantara
Kegiatan Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN) dalam rangka HUT Kemerdekaan Republik Indonesia di Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, diduga kuat dibiayai oleh dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari sebuah pabrik bakso yang beroperasi secara ilegal. Dugaan ini menimbulkan keresahan dan kontroversi di tengah masyarakat.
Menurut informasi yang dihimpun, pabrik bakso tersebut belum mengantongi izin resmi, tidak memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), serta tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kondisi ini dinilai sangat membahayakan masyarakat karena menyangkut aspek kesehatan dan keamanan pangan.
Ketua LSM Abdi Gema Perak, Marpausi, menyesalkan adanya dugaan penerimaan dana dari perusahaan yang melanggar aturan. “Bagaimana mungkin sebuah perusahaan yang tidak legal bisa menyalurkan dana CSR? Dan apa dasar hukum yang membolehkan pemerintah kecamatan menerima dana tersebut? Jika tidak ada dasar hukum yang jelas, ini bisa masuk kategori pungutan liar (pungli) atau bahkan suap,” tegasnya.
Lebih lanjut, pabrik bakso tersebut juga disebut-sebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam notulensi hasil klarifikasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lebak tertanggal 24 Juli 2025, ditemukan bahwa perusahaan tersebut belum memenuhi kewajibannya sebagai pemberi kerja, meski mengklaim membayar gaji karyawan hingga Rp9.600.000 per bulan.
Hingga berita ini diturunkan, Camat Kalanganyar belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan keterlibatan pabrik bakso ilegal dalam pembiayaan kegiatan Agustusan. Publik pun mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan menyelidiki kasus ini.
Terkait Kasus Ini, Tiga Langkah Penting Didorong:
1. Penyidikan:
Pihak berwenang diharapkan segera melakukan penyidikan untuk mengungkap kebenaran dugaan keterlibatan pabrik ilegal dalam pembiayaan kegiatan kecamatan.
2. Pengawasan:
Pemerintah daerah perlu memperketat pengawasan terhadap seluruh kegiatan usaha di wilayahnya, khususnya terkait izin dan legalitas operasional.
3. Tindakan Hukum:
Jika terbukti terjadi pelanggaran hukum, maka baik pihak perusahaan sebagai pemberi CSR maupun pihak kecamatan sebagai penerima harus dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa transparansi, kepatuhan hukum, serta integritas penyelenggara pemerintahan harus menjadi prioritas dalam setiap kegiatan publik. Demi menjaga kepercayaan masyarakat, semua pihak diharapkan bertindak sesuai aturan dan tidak menutup mata terhadap pelanggaran yang merugikan masyarakat luas.
Cepapih kaperwil banten